Penyakit Kulit dan Kelamin Akibat Infeksi Jamur Di Poliklinik RSUD Undata Palu Tahun 2013-2021

Article History

Submited : June 30, 2022
Published : June 30, 2022

Penyakit dermatomikosis merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh  infeksi jamur,  umumnya dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu  mikosis superfisial yang dapat mengenai jaringan mati pada daerah  kulit, kuku serta rambut. Serta  bagian lain yaitu mikosis subkutan berupa kelainan kulit  akibat infeksi  jamur yang melibatkan jaringan di bawah kulit.  Menurut WHO, terdapat 20% mengalami infeksi jamur dari seluruh dunia. Jumlah penyakit kulit dan kelamin yang disebabkan oleh jamur, belum pernah dilaporkan dikota Palu, khususnya di RSUD Undata yang menjadi salah satu RS Daerah terbesar di Sulawesi Tengah.  Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan mengetahui  informasi mengenai distribusi penyakit kulit dan kelamin akibat jamur  di RSUD Undata Palu Tahun 2013-2021. pada  penelitian ini menggunakan  penelitian observasional deskriptif dengan  Pengambilan sampel penelitian dilakukan di RSUD Undata Palu. Sampel penelitian adalah semua pasien yang terdiagnosa penyakit kulit akibat jamur tahun 2013 – 2021.dari hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata Palu selama kurun waktu 9 tahun sejak 2013 sampai 2021 terdapat 1.576 pasien dengan infeksi kulit karena jamur. kasus penyakit kulit akibat jamur paling banyak didapat pada tahun 2017 yaitu sebanyak 312 kasus, dan terjadi penurunan di 2 tahun terakhir. Penyakit kulit akibat jamur paling banyak adalah Tinea cruris yaitu sebanyak 647 kasus. Kesimpulan yang didapatkan bahwa penyakit kulit akibat jamur di RSUD Undata Palu masih tinggi dan paling sering mengenai di daerah superfisial  terutama pada kulit.

1. Agustina, D., Mustafidah, H., & Purbowati, M. R. (2016). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur. Juita, IV(2), 67–77.
2. Rosita, C., & Kurniati. (2008). Etiopatogenesis Dermatofitosis ( Etiopathogenesis of Dermatophytoses ). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 20(318), 247–249.
3. Indra Teguh Wiryo. (2016). Pengobatan tinea kruris et korporis dan tinea pedis tipe interdigital pada seorang penderita psikotik epilepsi. SMF Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Rsup Sanglah Denpasar, 1–20. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4eaac92a5af5907f03201a27ebc81d73.pdf
4. Menaldi, S. L. S., Bramono, K., & Indriatmi, W. (2017). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ketujuh. In Balai penerbit FK UI. Jakarta.
5. Riani, E. (2014). Hubungan antara Karakteristik Demografi, Gaya Hidup dan Perilaku Pasien Puskesmas di Jakarta Selatan dengan Dermatofitosis. EJournal Kedokteran Indonesia, 2(2), 3–7. https://doi.org/10.23886/ejki.2.4014.
6. Redjeki S, T. S., & Putra, D. (2014). Pengaruh Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Tineakruris Pada Santri Laki-Laki Di Pesantren Rhoudlotul Quran Kauman Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 3(1), 110000.
7. Suryoto, D. (2006). Jurnal biologi sumatera. Jurnal Biologi Sumatera, 1(1), 1–27.
8. Boel, T. (2003). Mikosis Superfisial. USU Digital Library, 1–14.
9. Kedokteran, J., Kuala, S., Universitas, F. K.-, & Padang, A. (2020). Infeksi jamur. 20(3), 143–146.
10. Wulan Yuwita, Lies Marlysa Ramali, Risa Miliawati N.H. Karakteristik Tinea Kruris dan/atau Tinea Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat. Vol. 28. No. 2 Agustus 2016. Diakses 27 Juli 2019. Dari https://journal.unair.ac.id.
11. Kementerian dalam negeri Republik Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Palu Tahun 2005-2025. 2006. Diakses 27 Juli 2019. From https://jdih.setjen.kemendagri.go.id
12. Tanti Yossela. Diagnosis And Treatment of Tinea Cruris. Vol 4 No. 2. 2015. Diakses 18 November 2018. Dari https://juke.kedokteran.unila.ac.id Diponegoro, 3(1), 110000.
13. Savin, R. (1996). Diagnosis and treatment of tinea versicolor. Journal of Family Practice, 43(2), 127–132.
14. SMF Kesehatan Kulit Dan Kelamin FK Unair. (2007). Atlas Penyakit Kulit Dan Kelamin. FK Unair.
15. Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 162, 364.
16. Cyndi E.E.J. Sondakh, Thigita A. Pandaleke, Ferra O. Mawu. Profil dermatofitosis di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari- Desember 2013. Vol 4 No. 1 2016. Diakses 18 November 2018. Diakses Dari https://ejournal.unsrat.ac.id
17. Boz JD, Crespo, Ruiz FR, Troya MD. Tinea incognito in children: 54 cases. Mycoses 2009; 54:254-8
18. Turk BG, Taskin B, Karaca N, Sezgin AO,Aytimur D. Clinical and mycological analysis of twenty-one cases of Tinea incognito in the Aegean region of Turkey: A retrospective study; Acta dermatovenerol croat 2013; 21(0):93-8
19. Ansar A, Farshchian M, Nazeri H, Ghisian SA. Clinico-epidemiological and mycological aspect of Tinea Incognito in Iran: A 16 year study. Med Mycol. J 2011;52: 25-32
Sofyan, A., & Buchair, N. (2022). Penyakit Kulit dan Kelamin Akibat Infeksi Jamur Di Poliklinik RSUD Undata Palu Tahun 2013-2021. Preventif : Jurnal Kesehatan Masyarakat, 13(2). https://doi.org/10.22487/preventif.v13i2.516
Fulltext